Minggu, 12 Oktober 2014

Alasan Dibalik Cobaan



“Katamu Tuhan itu baik dan penuh kasih. Lalu kenapa Tuhan ijinkan hal yang buruk ini terjadi menimpa diriku?”

Lontaran pertanyaan yang seringkali kita mendengar pertanyaan itu terlontar ketika kita berada dalam situasi yang menyesakkan hati dan jiwa kita. Ketika peperangan, kesakitan, kehilangan, kekecewaan, kematian, kegagalan dan kehancuran datang dalam hidup kita. Ketika keadaan yang terjadi tidak sesuai dengan apa yang kita harapkan. Seringkali protes dan mempertanyakan alasannya kepada Tuhan, bahkan tidak jarang kita bertanya dengan menggugat.

Sebelum kita mencoba untuk bertanya dan mencoba memahami alasan mengapa hal buruk banyak terjadi pada orang yang percaya pada Tuhan ingatlah bahwa Allah adalah Pribadi yang Kekal, Tak Terbatas, Maha Tahu, Maha Hadir, Maha Kuasa, dll. Bagaimana mungkin kita manusia yang tidak kekal, terbatas, tidak maha tahu, tidak maha kuasa atau tidak maha hadir dapat mencoba memahami jalan-jalan Tuhan secara sepenuhnya?

Di dalam Kitab Ayub, Tuhan mengijinkan Iblis melakukan apa saja terhadap Ayub, asal jangan membunuh dia. Bagaimana reaksi Ayub?

Ayub adalah salah satu dari yang terbaik diantara umat Tuhan. Tuhan bersaksi tentang Ayub bahwa tidak ada yang seperti dia di bumi, bahwa ia adalah orang yang tak bercela dan lurus hati, ia takut akan Tuhan dan membenci kejahatan ( Ayub 1:1, 8). Ayub telah dikenal karena kesetiaannya. Ia tidaklah tanpa berdosa, seperti tersirat dikata tak bercela dalam ayat 1 dan 8. Itu artinya dia secara etika baik, moralnya benar, dan taat pada Tuhan. Ayub mempunyai suatu penghormatan yang tulus dan dalam pada Tuhan. Praktek yang konsistennya adalah untuk menjaga Tuhan tetap ditempat tertinggi dan dihormati. Ia seorang yang setia. Ayub dikenal dengan kekayaannya. Ia memiliki tujuh ribu ekor kambing domba, tiga ribu ekor unta, lima ratus pasang lembu, lima ratus keledai betina dan budak-budak dalam jumlah yang sangat besar ( Ayub 1:3). Ia memiliki kekayaan yang besar, Tuhanlah yang telah menyebabkan dia berhasil( Ayub 1:10, 21).Ayub dikenal dengan keluarganya. Ia mendapat tujuh anak laki-laki dan tiga anak perempuan ( Ayub 1:2). Keluarga Ayub dan kekayaannya adalah berkat Tuhan. Catatan menunjukkan bahwa Ayub mencintai keluarganya. Cintanya untuk Tuhan tercermin dari cintanya untuk anak-anaknya. Sebagai pemimpin rohani dari keluarganya, ia membawa mereka dalam doanya kepada Tuhan. Pelayanan yang paling tinggi dari orangtua kepada anak-anaknya adalah memperhatikan kesejahteraan rohani mereka. Ayub adalah seorang kepala keluarga yang baik.Akhirnya, Ayub adalah orang yang tenar. Catatan menulis kalau dia adalah yang terbesar dari semua orang-orang timur ( Ayub 1:3). Ayub lebih berhasil dari semua pria pada jamannya. Ia dipandang oleh manusia dan Tuhan. Tuhan sendiri menyatakan bahwa Ia tidak punya alasan untuk mencelakakan Ayub ( Ayub 2:3).

Namun Tuhan mengijinkan Ayub untuk menjalani lembah yang dalam dan mengharuskan dia mengalami penderitaan. Dalam sekejap Ayub kehilangan segala-galanya - harta benda, kesepuluh anaknya, dan kesehatannya. Setan meneruskan pencobaan terhadap Ayub sampai batas maksimal iman manusia. Di dalam suatu rangkaian peristiwa, semua milik Ayub, yang telah didapat hampir seumur hidupnya, telah diambil dari dia. Pencuri dari Sabeans dan Chaldeans menggerebek ternak dan membunuh penjaganya. Kilat membinasakan 7,000 domba-domba dan para gembala. Puncak bencana datang ketika angin topan membinasakan rumah, membunuh semua anak-anak Ayub ( Ayub 1:13,19). Ayub telah mengalami ujian tertinggi. Ia hancur mendengar laporan kerugian. Ini adalah pencobaan terberat Ayub, lembah paling dalam.

Dalam kondisi yang seperti itu, bisa saja Ayub mempertanyakan tentang kebaikan Allah. Bisa saja Ayub menggerutu kenapa Tuhan mengijinkan semuanya terjadi. Namun respon Ayub tidaklah demikian. Ayub memang tidak memahami mengapa Tuhan mengijinkan semua yang terjadi, namun dia tahu bahwa Tuhan itu baik dan karena itu dia tetap percaya kepadaNya.
Ayub tidak mencoba mengerti alasan Allah untuk mengijinkan pencobaan itu datang atas dirinya, namun yang Ayub mengerti bahwa Allah itu baik, adil, pengasih dan pemurah.
Ayub tidak mempunyai informasi kenapa semua ini terjadi. Ia tidak mengetahui bahwa Tuhan yang telah memilih dia sebagai Instrumen khusus untuk menunjukkan kalau manusia mencintai dan melayaniNya sebab Ia adalah Tuhan, dan untuk mempertahankan karakter Tuhan. Bagi Ayub, percobaan itu tanpa maksud dan pemahaman. Tetapi seperti akan kita lihat, Ayub membuktikan bahwa kasih dan kesetiaan manusia pada Tuhan bisa tulus, bahkan disaat yang paling pahit.
 Ayub 1:20,21

Maka berdirilah Ayub, lalu mengoyak jubahnya, dan mencukur kepalanya, kemudian sujudlah ia dan menyembah.

Katanya : Dengan telanjang aku keluar dari kandungan ibuku, dengan telanjang juga aku akan kembali ke dalamnya. TUHAN yang memberi, TUHAN yang mengambil, terpujilah nama TUHAN!

Mengoyak jubahnya dan mencukur rambutnya adalah tanda duka cita. Ini adalah perlambangan perkabungan. Menjatuhkan diri ketanah bukanlah suatu tindakan keputus-asaan, tapi suatu perbuatan penghormatan dan tunduk di hadapan Tuhan Allah. Dengan melakukan itu, Ayub menyembah ( 1:20) dan berserah penuh kepada Tuhan.

Pertanyaannya adalah sudahkah aku belajar bersikap seperti Ayub? Apakah seluruh kehendakku telah diserahkan pada Tuhan seperti Ayub? Apakah aku bisa tetap mencintai Tuhan bila kita menghadapi hal yang sama seperti Ayub? Dapatkah aku katakan dengan sungguh dari hati yang berserah, Tuhan yang memberi, Tuhan yang mengambil; terpujilah nama Tuhan?
Belajarlah untuk menghargai sebuah ujian, bukan sebagai anak panah Setan yang berapi-api ( Efesus 6:16) tetapi sebagai panah dari Tuhan (Ayub 6:4). Ia yang mengirim panah itu telah membalut dan merawat lukanya. Menurut waktuNya, dan untuk tujuan baikNya, Ia akan menyembuhkannya dengan sempurna. Meskipun ia membunuh aku, namun aku akan tetap percaya ( Ayub 13:15)
Amsal 3:5-6

”Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu” 
 
Belajar untuk berserah sepenuhnya kepada Tuhan. Percayalah bahwa Allah adalah Tuhan yang adil dan penuh kuasa, yang akan memberikan jalan keluar tepat pada waktuNya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar