Rabu, 26 Maret 2014

Keangkuhan hidup



Seringkali bila seseorang  telah mencapai keberhasilan, kesuksesan, kekuatan dan ketenaran di dalam hidupnya, maka ia akan lupa diri dan menjadi angkuh. Seringkali Karena kita merasa bahwa apa yang kita miliki adalah hasil kerja keras selama bertahun-tahun. Kita merasa telah merintis sebuah kesuksesan, kejayaan dan kemahsyuran dengan usaha keras kita sendiri.

Berasal dari bahasa Yunani dan Ibrani, arti dasar dari kata ”angkuh” ialah menampilkan diri ”tinggi”, ”mulia”, ”unggul”, dan ”hebat”. Orang yang angkuh menganggap dirinya lebih unggul, lebih tinggi daripada sesamanya. Akibatnya, orang seperti itu biasanya menuntut penghormatan serta perhatian yang berlebihan dan memperlakukan orang lain dengan tidak hormat dan hina. Segala tingkah laku yang mengejar kehormatan, membanggakan gelar, keturunan, koneksi dan jabatan yang dimiliki adalah contoh dari sebuah keangkuhan.

C.S. Lewis menggarisbawahi natur dari kesombongan, adalah suatu kompetisi. Seorang manusia ingin diakui dan dipuji oleh manusia yang lain dan tidak mau kalah dengan yang lain. Seseorang menjadi sombong dan angkuh karena dia membandingkan dirinya sendiri dengan orang lain. Seseorang menjadi sombong karena dia lebih kaya, lebih pandai, lebih cantik/tampan, lebih berpengalaman, atau lebih berkuasa dibanding orang lain. Karena jika semua orang lain menjadi sama kaya, sama pandai, sama cantik/tampan, sama berpengalaman, sama berkuasa, maka tidak ada lagi hal yang dapat disombongkan.

Lukas 18:9-14
Dan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain,  Yesus mengatakan perumpamaan ini: "Ada dua orang pergi ke Bait Allah untuk berdoa; yang seorang adalah Farisi dan yang lain pemungut cukai. Orang Farisi itu berdiri dan berdoa dalam hatinya begini: Ya Allah, aku mengucap syukur kepada-Mu, karena aku tidak sama seperti semua orang lain, bukan perampok, bukan orang lalim, bukan pezinah dan bukan juga seperti pemungut cukai ini; aku berpuasa dua kali seminggu, aku memberikan sepersepuluh dari segala penghasilanku. Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukul diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini. Aku berkata kepadamu: Orang ini pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu tidak. Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan."
Tidak ada orang yang mengaku bahwa dirinya sombong, serta merta menyatakan bahwa aku sombong. Yang sering justru sebaliknya yaitu orang yang sombong tidak menyadari bahwa dirinya sombong.  Orang Farisi dalam cuplikan ayat di atas berlaku arogan karena ia membandingkan dirinya dengan orang lain, khususnya dengan si pemungut cukai yang berada didekatnya. Ia merasa lebih superior dan lebih suci sehingga dia merasa dirinya memiliki hak untuk bermegah dalam dirinya sendiri. Yang menarik untuk dicermati adalah orang Farisi itu hanya berdoa di dalam hati dan Allah mengetahui maksud hatinya untuk menyombongkan diri. Inilah yang menyebabkan kesombongan itu begitu sulit terdeteksi karena tidak perlu terungkap keluar secara verbal dan cukup berada dalam hati dirinya sendiri. Tanpa refleksi yang sungguh, sulit untuk memeriksa, menerima, apalagi mengakui bahwa kita sombong. Tanpa refleksi yang sungguh- sungguh, sulit untuk memeriksa, menerima, apalagi mengakui bahwa kita sombong.

Markus 7:20-23
Kata-Nya lagi: "Apa yang keluar dari seseorang, itulah yang menajiskannya, sebab dari dalam, dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan, perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, keangkuhan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang."

Kesombongan menutup pikiran dari ide-ide baru.
Tidak ada orang yang congkak, angkuh, atau sombong yang mempunyai roh yang lemah lembut dan mau diajar. Dalam Amsal 26:12 berkata, "Jika engkau melihat orang yang menganggap dirinya bijak, harapan bagi orang bebal lebih banyak dari pada bagi orang itu.". Dengan kesombongan, seseorang seringkali menutup kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi.

Kesombongan menutup pikiran dari pendapat orang lain.
Sebuah nasihat bijak pernah diungkapkan oleh Steven Covey, "Diperlukan kerendahan hati untuk mencari pendapat orang lain. Di perlukan kebijaksanaan untuk memahaminya, menganalisisnya dan dengan layak bertindak sesuai dengan hal tersebut."
Menerima masukan dan kritikan adalah sebuah awal keberhasilan di bidang apapun. Selama Anda tidak belajar untuk menerima umpan balik dari orang lain, Anda tidak akan pernah bertumbuh. Kesombongan seringkali membuat seseorang tuli untuk mendengarkan hal penting tersebut.

Kesombongan mencegah kita untuk mengakui kesalahan.
Ketakutan mungkin mencegah seseorang untuk mengakui kesalahan yang dibuatnya, tetapi lebih sering yang menjadi penyebabnya. Pada hal salah satu cara Anda untuk bisa bertumbuh dan naik selevel lebih tinggi dalam kehidupan adalah dengan mengakui kesalahan.

Keangkuhan adalah sifat atau karakteristik yang buruk, bukan sekadar sesuatu yang timbul dari pikiran. Disebutkan bahwa keangkuhan bersama-sama dengan pembunuhan, perzinaan, pencurian, percabulan, hujat, dan perbuatan salah lainnya dan mengatakan bahwa hal-hal itu keluar ”dari dalam, dari hati orang”.

Matius 23:5-12
Semua pekerjaan yang mereka lakukan hanya dimaksud supaya dilihat orang; mereka memakai tali sembahyang yang lebar dan jumbai yang panjang; mereka suka duduk di tempat terhormat dalam perjamuan dan di tempat terdepan di rumah ibadat; mereka suka menerima penghormatan di pasar dan suka dipanggil Rabi. Tetapi kamu, janganlah kamu disebut Rabi; karena hanya satu Rabimu dan kamu semua adalah saudara. Dan janganlah kamu menyebut siapapun bapa di bumi ini, karena hanya satu Bapamu, yaitu Dia yang di sorga. Janganlah pula kamu disebut pemimpin, karena hanya satu Pemimpinmu, yaitu Mesias. Barangsiapa terbesar di antara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu. Dan barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan.

Batas antara keangkuhan diri dan kerinduan untuk melakukan yang terbaik bagi kemuliaan Tuhan begitu tipis. Alasan kita melakukan suatu hal menentukan apakah kita melakukan hal tersebut untuk pujian bagi diri kita dan menyombongkan diri ataukah kita melakukan semuanya agar kemuliaan Tuhan dinyatakan di atas bumi. Dua orang yang sama-sama melakukan kegiatan berdoa jika dilihat kedalam hatinya bisa jadi memiliki motivasi hati yang berbeda. Yang satu bisa jadi berdoa dan rajin beribadah karena ingin dipuji orang sebagai orang yang suci. Yang lain berdoa dan rajin beribadah karena benar-benar mengasihi Allahnya.

Bahkan orang yang tadinya rendah hati dalam pelayanannya kepada Allah dapat menjadi angkuh karena mendapatkan kekayaan atau kekuasaan, atau oleh karena keelokan rupanya, keberhasilan, hikmat, atau pujian dari orang lain. Salah satu contoh ialah Raja Uzzia dari Yehuda. Ia memerintah dengan baik dan diberkati oleh Yehuwa selama bertahun-tahun.

2Taw 26:3-5
Uzia berumur enam belas tahun pada waktu ia menjadi raja dan lima puluh dua tahun lamanya ia memerintah di Yerusalem. Nama ibunya ialah Yekholya, dari Yerusalem. Ia melakukan apa yang benar di mata TUHAN, tepat seperti yang dilakukan Amazia, ayahnya. Ia mencari Allah selama hidup Zakharia, yang mengajarnya supaya takut akan Allah. Dan selama ia mencari TUHAN, Allah membuat segala usahanya berhasil.

Namun, catatan Alkitab menyatakan, Uzzia meninggikan diri dan melakukan tugas imam, suatu hak istimewa yang jelas-jelas tidak Allah berikan kepada raja-raja Israel, sebab Ia memisahkan tugas raja dan tugas imam.

2Taw 26:16
”Akan tetapi, segera setelah ia menjadi kuat, hatinya menjadi angkuh bahkan sampai menyebabkan kebinasaan, sehingga ia bertindak tidak setia terhadap Yehuwa, Allahnya, dan masuk ke dalam bait Yehuwa untuk membakar dupa di atas mezbah dupa.”
Sesaat saja kita lengah kesombongan itu akan muncul untuk menggoda dan membuai dengan manisnya kata pujian dan pemegahan diri. Ijinkan Tuhan untuk menyelidiki setiap motivasi kita melakukan sesuatu. Biarkan Tuhan memperbaiki motivasi hati yang salah. Teruslah kita memperbaharui motivasi di dalam hati kita dengan motivasi yang bernar yaitu melakukan segala sesuatu untuk kemulian Tuhan sehingga namaNya ditinggikan di atas bumi.

1 Korintus 10:31
Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah

Kesombongan

dan Keangkuhan juga berbicara tentang dorongan bagi manusia yang selalu ingin membuktikan bahwa dirinya bisa, bahwa dirinya memiliki kekuatan dan kehebatan, bahwa dirinya memiliki keunggulan sehingga dia layak menerima pengakuan dari orang di sekitarnya.

Matius 4:5-7
Kemudian Iblis membawa-Nya ke Kota Suci dan menempatkan Dia di bubungan Bait Allah, lalu berkata kepada-Nya: "Jika Engkau Anak Allah, jatuhkanlah diri-Mu ke bawah, sebab ada tertulis : Mengenai Engkau Ia akan memerintahkan malaikat-malaikat-Nya dan mereka akan menatang Engkau di atas tangannya, supaya kaki-Mu jangan terantuk kepada batu." Yesus berkata kepadanya: "Ada pula tertulis: Janganlah engkau mencobai Tuhan, Allahmu!"

Tanpa membuktikan diriNya dengan menjatuhkan diri, Yesus adalah tetap seorang anak Allah. Yesus tahu dan menegaskan bahwa identitasnya sebagai Anak Allah tidak perlu pembuktian lagi.

Roma 8:15-16
“Sebab kamu tidak menerima roh perbudakan yang membuat kamu menjadi takut lagi, tetapi kamu telah menerima Roh yang menjadikan kamu anak Allah. Oleh Roh itu kita berseru: “ya Abba, ya Bapa!” Roh itu bersaksi bersama-sama dengan roh kita, bahwa kita adalah anak-anak Allah.

Ketahuilah bahwa Tuhan melayakkan dan memposisikan kita sebagai anak-anak Allah di dalam Kerajaan-Nya. Tuhan telah menyediakan dan mencukupkan segala kebutuhan kita karena Yesus telah mati bagi kita membayar hal itu. Kelimpahan yang Tuhan sediakan, menjadi kesadaran baru untuk layak diterima dari Bapa.

1 Yohanes 3:1
“Lihatlah, betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut sebagai anak-anak Allah,…”

Ketika kita paham dan tahu dengan pasti identitas dan otoritas yang Dia berikan yaitu sebagai Anak Allah di hadapan Tuhan sehingga apa yang orang lain katakan tentang kita tidak akan mengubah identitas kita. Tidak ada pembuktian yang harus dilakukan, tidak perlu berusaha agar kita disebut anak Allah. Karena Tuhan melayakkan dan memberikan status Anak Allah kepada kita karena kasih karuniaNya yang begitu besar atas kita. Tidak perlu pembuktian lagi dengan apa yang kita punya ataupun kesuksesan kita karena identitas kita sudah jelas sebagai anak Allah. Dan tidak perlu ada keangkuhan yang perlu kita banggakan karena segala sesuatu yang Tuhan percayakan dalam hidup kita adalah sebuah anugerah, sebuah titipan yang harus kita jalankan untuk memberkati setiap orang di bangsa ini sehingga nama Tuhan semakin dipermuliakan di atas bumi ini..

Amsal 16:5
Setiap orang yang tinggi hati adalah kekejian bagi Tuhan, sungguh ia tidak akan luput dari hukuman

1 Petrus 5:5
Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati.

P.S. 27 Maret 2014
.God Bless you.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar